Monday 10 December 2012

penantian penat

Penantian ini terlalu lama, penantian ini membuatku penat.

Kamu tau? Banyak waktu yang telah aku luangkan hanya untuk kamu, untuk memikirkanmu.

Bahkan diwaktu belajar pun,aku sempat-sempatnya melirik ponselku siapa tau ada text or telp dari kamu, tapi nyatanya? tak pernah.

Kamu tau? Aku tak pernah merasakan cinta seajaib ini, ini pertama kalinya, hanya denganmu.

Kamu tau? Bahwa aku pun tak menyangka bahwa aku bisa sekuat ini, meski banyak air mataku yang menetes tapi aku harap kamu tak menganggapku lemah. Aku meneteskan airmata ini karena hatiku sudah melemah.

Setiap mata berhak untuk menahan, setiap ucap bisa untuk tertahan, tapi hati? tak bisa (ditahan) jika ia sudah begitu terluka.

Penahkah kamu melihat air mata ini menetes?
Pernahkah kamu meneteskan air mata karena orang yang kamu cintai? pernahkah kamu merasakan sakitnya? sesaknya? pernahkah? Aku rasa tidak, aku rasa kamu tak pernah merasakan hal itu. Karena sampai saat ini kamu tidak pernah peka dengan perasaanku.

Sungguh penantian ini sudah berlangsung begitu lama, dan detik ini aku merasakan kepenatan yang sangat memuncak. Saat kamu mengecewakan aku tuk kesekian kalinya,membuatku menangis tuk kesekian kalinya dan kesekian kalinya itu kamu membiarkan itu, kamu tak pernah perdulikan keadaanku, bahkan tetes airmataku tak berarti apa-apa untukmu.

Kesabaran ada batasnya. Mungkin batas ini sudah batas maximal kesabaranku, atau ini hanya sebatas rasa penat semata? Apa yang harus aku lakukan?
Menyerah? Berhenti? Melupakanmu? Semua itu hanya mudah untuk aku ucapkan, tapi sangat sulit untuk aku wujudkan.

Yang mendorongku untuk berhenti menantimu adalah saat kamu menyebut dia dengan nada mesra, dengan nada lembut. Saat kamu menatap dia dengan tatapan yang hangat, tulus dan penuh harap. Dan saat aku melihat jemarimu menyentuh jemarinya,menyentuh
pundaknya,menyentuh pipinya. Astaga apa yang sudah aku lihat? sungguh menyakitkan. Jangan sampai aku melihat kamu menghapus airmatanya, sedangkan tak ada satu tetespun airmataku yang kamu hapus.

Jadi selama ini sia-sia? Mana yang katanya kebahagiaan akan indah pada waktunya? Mana? Apa belum cukup pengorbananku, penantianku, kesabaranku, ribuan tetes air mata ini yang telah menetes hanya untuk menunggu kebahagiaan itu datang. Apa kurang cukup?

Sudahlah rasa cinta ini hanya menyiksa perasaanku sendiri. Penantian yang aku bangga-banggakan sudah terlanjur menjadi abu yang terhembus oleh tiupmu. Penantian ini sudah terlalu penat untuk aku pertahankan.